Purwokerto – Lebih dari lima puluh mahasiswa melakukan aksi di depan Universitas Islam Negeri Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) berupa tuntutan terkait pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Kalender Akademik.( 15/ 7)
Aksi tersebut dinamakan Aliansi Ahmad Yani
yang diberikan oleh massa. Seperti yang dijelaskan oleh Sahal bahwa
latarbelakang aksi ini adalah untuk melakukan komunikasi dengan birokrat atas
audensi yang dilakukan sebelumnya, setelah dikaji dan ditelaah bersama ternyata
masih kurang. Sehingga muncullah Aliansi Ahmad Yani Menggugat Jilid II.
Ada sebelas tuntutan yang diajukan oleh
massa, diantaranya yaitu Semester
Pendek, pemotongan UKT 50% bagi
mahasiswa aktif yang tidak memiliki tanggungan mata kuliah (hanya mengambil
skripsi), pemotongan UKT sebesar 25%
untuk seluruh mahasiswa tanpa syarat,
perpanjangan pembayaran UKT,
pemerataan subsidi kuota dari kampus untuk seluruh mahasiswa, revisi
kalender akademik, diadakannya beasiswa apresiasi untuk mahasiswa
berprestasi, pengadaan vaksin bagi
seluruh mahasiswa, transparansi alokasi
UKT, keterlibatan peran mahasiswa dalam
merumuskan kebijakan, serta pembenahan sistem akademik kampus.
Sahal juga menjelaskan terkait tuntutan
revisi kalender akademik baginya tidak
ada yang salah, hanya saja kurang tepat. Dia memaparkan kalender akademik biasanya sudah terbit
paling cepat tiga bulan dan biasanya
sudah muncul di laman Sistem Informasi Akademik (SISCA), sehingga
mahasiswa memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan pembayaran. Namun yang
terjadi, kalender akademik yang dimaksud justru terbit bulan juni lalu, itu pun
saat sore setelah audiensi pertama bersama Senat Mahasiswa ( SEMA) dan para
petinggi.
“Disitu, dijelaskan pembayaran itu
dimulainya akhir Juli. Surat atau kalender akademik itu keluar bulan apa? Bulan
kemarin, masih Juni. Satu bulan jangka waktu untuk membayar UKT mampu ga? Yaa
makanya kita menuntut untuk revisi. Kemudian pendaftaran untuk mahasiswa baru
diundur, tapi PBAK itu dilaksanakan Agustus”ujar Sahal.
Aksi tersebut tidak berlangsung lama dan
berakhir pada pukul 09.20 WIB, kemudian
dilanjutkan audiensi secara online. “Memang awalnya kita itu
tidak menginginkan adanya audiensi secara online, karena ya ketika online itu
waktu pasti terbatas lah dan ketika online pun kita tidak bebas menyampaikan
mungkin terkendala sinyal dan sebagainya dan mungkin nanti malah timbulnnya
kesalahpahaman dan lain sebagainya gitu, tapi secara tiba-tiba birokrat itu
mengirimkan surat. Surat itu berisi undangan kepada seluruh civitas akademik
dan DEMA dan SEMA dari Universitas ataupun dari Fakultas kemudian perwakilan
dari mahasiswa untuk mengikuti audiensi secara online melalui zoom ”jelas Sahal
kepada reporter LPM Obsesi.
“Nah ketika audiensi itu dilaksanakan
secara online dan tidak goal maka ya kita akan
melaksanakan aksi yang lebih
besar lagi karena apa? yang namanya aksi ya memang ada yang tidak mendapatkan
hasil dan ada juga yang mendapatkan
hasil tapi jelas kita punya tuntutan lah kalo kita sudah aksi tapi tuntutan
kita tidak ada yang goal untuk apa kita aksi?” ungkap Sahal terkait rencana kedepannya.
Tidak seperti aksi pada umunya yang
dihadiri oleh banyak orang sampai memadati area, aksi pada hari ini terlihat
hanya melibatkan beberapa
orang saja. Menanggapi hal ini, Sahal menjelaskan karena masih
dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dia membatasi kouta hanya 40, namun
pada kenyataannya yang datang lebih dari lima puluh massa yang mengikuti aksi ini dan itu pun sesuai dengan protokol kesehatan.
“Kalau untuk izin jelas susah, kita
harus ke pihak kepolisian atau pihak kampus dulu. Ini pun sebenernya tidak
dapat izin dari birokrat, tapi kami tetap memaksa. Kita tidak memutuskan secara
sepihak, dan karena teman-teman lain ingin aksi ini ada, ya tetap kita aksi.
Toh, kita melakukanya secara baik-baik” ujar Sahal.
Reporter : Asti, Subhan, Iqbal
Editor : Istiqomah
6 Komentar
Hidup mahasiswa!
BalasHapus👍🏼👍🏼
BalasHapusTerimakasih untuk teman-teman yang sudah mau memperjuangkan hak-hak kami
BalasHapusCakepp
BalasHapus👍👍👍
BalasHapus👍👍👍
BalasHapus