![]() |
aksi di depan gedung Rektorat |
Ratusan mahasiswa IAIN Purwokerto yang tergabung dalam Aliansi
Ahmad Yani Menggugat melakukan aksi damai bertempat di depan gedung rektorat
IAIN Purwokerto, Senin (29/06). Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,
aksi damai ini berujung audiensi dengan pihak birokrat kampus yang dihadiri
oleh Rektor, Wakil Rektor (Warek) satu, Warek dua, Warek tiga, dan beberapa
wakil dekan ikut mendampingi.
Aksi kali ini merupakan salah satu bentuk kekecewaan atas asil
audiensi yang dilaksanakan pada 16 Juni kemarin yang menghasilkan Surat Edaran
Rektor terkait mekanisme keringanan pembayaran UKT. Aliansi Ahmad Yani
Menggugat menilai poin-poin yang tertera dalam surat edaran tersebut
memberatkan dan menciderain sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya, mekanisme tersebut diterapkan dengan sistem bersyarat.
Syarat tersebut diantaranya Surat keterangan tidak mampu, surat pernyataan
tidak menerima beasiswa manapun, surat pernyataan penurunan ekonomi akibat
COVID-19, surat pemutusan hubungan kerja, slip gaji, dan bukti lainnya yang
dianggap sah. Dengan persyaratan yang cukup pelik, besaran potongan yang
diterima hanya 10% tanpa kejelasan berapa banyak mahasiswa yang lolos seleksi.
![]() |
foto: Dok.OBSESI |
“Semua mahasiswa yang mendaftar dan memenuhi persyaratan, maka
kami akan loloskan” ujar Ridwan selaku Warek 2.
Selain menuntut pertambahan besaran potongan UKT dan tanpa adanya
syarat, Aliansi Ahmad Yani Menggugat juga menuntut berbagai transparansi
alokasi dana. Berikut tuntutan kepada pihak kampus; kenaikan presentase pemotongan
UKT menjadi 30%, peniadaan seleksi penerimaan keringanan UKT, Pembayaran UKT
dengan metode angsuran selama tiga kali dalam satu semester, menyususn
standarisasi perkuliahan daring, meniadakan biaya wisuda online, dan
transparansi anggaran KKN Covid-19 yang hanya berlangsung selama 20 hari.
Tanggapan Rektor dan Jajarannya tentang enam tuntutan Aliansi Ahmad
Yani Menggugat
![]() |
foto: Dok.OBSESI |
Tanggapan yang diberikan oleh rektor dinilai berbelit-belit,
terbukti dengan audiensi yang cukup memakan waktu berjam-jam karena pihak rektorat
banyak menjelaskan kembali apa yang dibicarakan dalam audiensi jilid pertama.
Penambahan presentase pemotongan UKT menjadi 30% ditolak oleh
Rektor, Moh. Roqib. Menurutnya hal tersebut tidak sesuai dengan KMA dan mereka
tidak bisa membuat keputusan yang melanggar KMA. Selain itu, pemberian keringanan UKT tetap
dilakukan dengan adanya persyaratan yang sudah ada dalam Surat Edaran Rektor
terkait mekanisme pelaksanaan keringan UKT, yang bersandar pada KMA (Keputusan
Menteri Agama) Nomor 515 Tahun 2020.
“Kita-kita ini, jangan
diajak melanggar Undang-Undang, melanggar hukum. Mekanisme kebijakan dikampus
dalam membuat keputusan untuk melibatkan mahasiswa ya itu ga ada. Keputusan itu
tidak dibuat-buat hanya karena aklamasi sepakat. Tidak seperti itu.” Ujar Moh.
Roqib.
Tuntutan terkait metode pembayaran UKT diangsur selama tiga kali
dalam satu semester tidak dikabulkan oleh pihak rektor. Namun, sebagai
gantinya, mereka menerapkan perpanjangan waktu dalam membayar UKT sampai
menjelang Ujian Tengah Semester. “Kita kasih jeda waktu pembayaran UKT sampai
UTS sekitar bulan Oktober. Tidak bisa jika diterapkan angsuran tiga kali, kita
itu terbatas karena kampus yang masih satuan kerja. Beda lagi kalau Badan
Layanan Umum (BLU) yang bisa saja membuat kebijakan berpihak ke mahasiswa tapi
menyalahi aturan. Toh, ini ya sama saja dengan angsuran.” Ujar Ridwan.
![]() |
proses audiensi |
Kemudian, terkait standarisasi perkuliahan daring untuk semester
gasal, rektor mengakui banyak kekurangan dari mulai ketidakdisiplinan mahasiswa
hingga dosen, kendala sinyal, dan sebagainya. Maka, mereka menjanjikan sebuah
sistem perkuliahan daring yang lebih tertata dan sistem ini sedang dimatangkan
di Forum Warek I selaku bidang akademik.
Menurut penjelasan rektor, peniadaan biaya wisuda online juga
tidak memungkinkan karena mahasiswa yang dikenai biaya tersebut adalah mahasiswa
yang masih belum menggunakan sistem pembayaran biaya uang kuliah tunggal atau
non-UKT. Mahasiswa yang sudah menggunakan sistem Uang Kuliah Tunggal tidak
dikenakan biaya tambahan akademik lainnya seperti PPL, KKN, Wisuda, dan
lain-lain.
Transparansi UKT masih belum diberikan oleh pihak kampus dengan
dalih ada mekanisme tertentu yang harus diterapkan. Berlaku pula untuk
transparansi dana KKN tempo lalu yang hanya belangsung selama dua puluh hari. “Tidak
ada pengembalian Uang untuk mahasiswa. Ga bisa. Uang masuk dari mahasiswa itu
buat kebutuhan tempat tinggal, diberikan kepada induk semang. Sudah diberikan,
sudah tandatangan, tidak bisa ditarik kembali.” Jelas Ridwan.
Hasil sementara Birokrasi Kampus-Mahasiswa, 0-0
Tuntutan 30% tidak dipenuhi oleh birokrasi kampus, Aliansi Ahmad
Yani Menggugat meminta agar presentase keringanan UKT 0% kemudian mendiskusikan
kembali besaran yang layak dengan perwakilan mahasiswa. Karena diketaui bersama
bawa dalam KMA Nomor 515 2020 tidak menyebutkan besaran presentase keringanan
yang akan diberikan. “Kami ingin, karena
bapak sekalian tidak menyepakati 30%, ya kita 0 saja. Kemudian diskusikan
bareng besarannya, melibatkan mahasiswa untuk ikut mendiskusikan rancangan
biaya UKT yang akan dipresntasekan. Intinya, kita ingin hitung-hitungan
bersama. Karena kita tidak tau 10% itu hasil diskusi apa dan bagaimana. ” Ujar
Ibnu Katsir salah satu anggota Aliansi.
![]() |
foto: Dok.OBSESI |
Menurut Moh. Roqib hasil 10% berdasarkan keputusan rapat. Berawal
dari diusulkan oleh UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, kemudian berlanjut dalam
forum rektor, forum warek, sembari menunggu adanya KMA. Keputusan tersebut
dinilai sudah final.
Hal ini diperkuat oleh argumen Warek 2, Ridwan, bahwa keputusan
10% sudah final karena sudah terlampir dalam surat edaran rektor. Jika ada
perubahan atau penambahan besarannya, akan berakibat pada kebijakan lain. Beliau menyepakati adanya ruang untuk
transparansi. “SEMA, DEMA, akan berdiskusi tentang waktu selanjutnya. Kami akan
menyampaiakan paparan tentang 10% itu kenapa dan isisnya apa. Kemungkinan
keputusan 10% itu sudah final dengan segala kalkulasinya.” Jelas Ridwan.
Meskipun negosiasi ini berjalan cukup alot karena kedua belah pihak
sama-sama bersikukuh dengan keinginannya, birokrasi kampus akhirnya menyepakati
untuk membuka ruang untuk mendiskusikan besaran presentase keringan UKT bersama
dengan perwakilan mahasiswa.
![]() |
Nota Kesepahaman |
“Menambah lebih dari 10% itu ga bisa. Kemampuan dana kita tidak
akan bisa mengcover bantuan kuota dan lainnya. Kalau mau direlatifkan, maka
kami akan merelatifkan kebijakan lainnya seperti kuota salah satunya.” Tambah
Ridwan.
Aksi kali ini diakhiri dngan penandatanganan nota kesepahaman. Nota
kesepahaman ditandatangani oleh Rektor dan tiga orang saksi dari Aliansi Ahmad Yani
Menggugat.
Reporter : Iqbal dan Latifah
Editor : Aulia Insan
0 Komentar