Ticker

6/recent/ticker-posts

Perempuan dalam Kubangan Hukum: Diskusi Hari Perempuan Internasional & Keterkaitan dengan Omnibus Law



Belum diresmikan, namun undang-undang cipta lapangan kerja atau lebih popular dikenal sebagai omnibus law masih jadi perbincangan hangat dikalangan Mahasiswa dan kaum intelek lain. Bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional, Front Mahasiswa Nasional (FMN) mengundang seluruh elemen mahasiswa dari berbagai macam organisasi, dan beberapa buruh untuk mengikuti diskusi “Hari Perempuan Internasional & Keterkaitan dengan Omnibus Law,” Minggu (08/03) di Sekretariat Cabang FMN.

Untuk memantik jalannya diskusi sebelum merujuk pada persoalan perempuan dan keterikatannya dengan Omnibus Law, Rizki salah satu anggota FMN menyampaikan tentang sejarah perempuan yang memang dari dahulu sudah berjasa, seperti menemukan cara bertani, dan tinggal secara menetap atau tidak nomaden. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perempuan semakin terasingkan baik oleh regulasi maupun budaya patriarki yang makin mengental.

“Seiring berjalannya waktu, patriaki ini terus berkembang dan hari ini patriaki terus hidup dengan adanya negara sebagai pemegang pemerintahan yang punya legitimasi nampak ikut andil dalam melangengkan patriaki ini. Adanya RUU Ketahanan keluarga walaupun belum diresmikan juga RKUHP dan yang hari ini masih ramai diperbincangkan adalah omnibus law yang menghapuskan tentang cuti hamil dan cuti haid”


Penghapusan cuti haid dan cuti hamil melahirkan yang dipersingkat menjadi persoalan utama yang dianggap akan sangat merugikan buruh perempuan. Cuti hamil melahirkan diberikan selama 1,5 bulan (1 bulan 15 hari) saat hamil dan 1,5 bulan (1bulan 15hari) setelah melahirkan disingkat menjadi 15 hari saja. Berbeda dengan cuti haid yang telah diatur dalam pasal 81 UU Ketanaga kerjaan No 13 tahun 2003, yang menyebutkan wanita yang mengalami menstruasi bisa mendapatkan cuti haid apabla memberitahukan  kepada perusahaan. Dalam UU tersebut cuti haid diberikan selama 2-3 hari tanpa ada pemotongan bayaran sepeserpun. Namun disayangkan, masih banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti haidnya.

Berbeda dengan buruh perempuan yang ada di pabrik-pabrik Purbalingga. Mereka mendapatkan cuti haid yang sudah dijadwalkan oleh perusahaan.

“Pabrik-pabrik di Purbalingga itu punya kebijakan sendiri-sendiri. Pertama ketika kita daftar kerja, saat diterima mereka langsung tanda tangan dan tidak diberi kesempatan untuk melihat isi perjanjian. Untuk cuti haid, mereka memang dapat, tapi sudah dijadwalkan. Sementara disana tidak ada cuti hamil, yang ada ketika hamil diminta mengundurkan diri, dan ketika sudah siap kerja lagi mereka akan menandatangani kontrak baru.” Ungkap Niki, salah satu peserta diskusi.

“Dalam perusahaan pun perempuan masih ditempatkan dalam pekerjaan seperti packing, menjahit dan pekerjaan lain yang membutuhkankan ketelitian, sementara laki-laki ditempatkan dalam pekerjaan yang mekanik. Dengan pekerjaan seperti itu, mereka berfikir mudah untuk melakukannya sehingga upah yang diterima relatif rendah.” Ujar salah seorang aktivis Seruni.

Pukul 17.30 WIB diskusi diakhiri dengan output akan diadakan sebuah aksi pada hari senin (9/03) jam 15.30 WIB, sebagai bentuk edukasi terhadap masyarakat luas di lapangan.


Reporter : Roja & Iqbal

Posting Komentar

0 Komentar