Belum diresmikan, namun undang-undang cipta lapangan kerja atau lebih popular dikenal sebagai omnibus
law masih jadi perbincangan hangat dikalangan Mahasiswa dan kaum intelek lain. Bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional,
Front Mahasiswa Nasional
(FMN) mengundang seluruh elemen mahasiswa dari berbagai macam
organisasi, dan beberapa buruh untuk mengikuti diskusi “Hari Perempuan Internasional & Keterkaitan dengan Omnibus Law,” Minggu (08/03) di
Sekretariat Cabang FMN.
Untuk memantik
jalannya diskusi sebelum merujuk pada persoalan perempuan dan keterikatannya
dengan Omnibus Law, Rizki salah satu anggota FMN menyampaikan tentang sejarah
perempuan yang memang dari dahulu sudah berjasa, seperti menemukan cara
bertani, dan tinggal secara menetap atau tidak nomaden. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu, perempuan semakin terasingkan baik oleh regulasi maupun
budaya patriarki yang makin mengental.
“Seiring
berjalannya waktu, patriaki ini terus berkembang dan hari ini patriaki terus
hidup dengan adanya negara sebagai pemegang pemerintahan yang punya legitimasi nampak
ikut andil dalam melangengkan patriaki ini. Adanya RUU Ketahanan keluarga walaupun
belum diresmikan juga RKUHP dan yang hari ini masih ramai diperbincangkan
adalah omnibus law yang menghapuskan tentang cuti hamil dan
cuti haid”
Berbeda dengan
buruh perempuan yang ada di pabrik-pabrik Purbalingga. Mereka mendapatkan cuti
haid yang sudah dijadwalkan oleh perusahaan.
“Pabrik-pabrik di
Purbalingga itu punya kebijakan sendiri-sendiri. Pertama ketika kita daftar kerja,
saat diterima mereka langsung tanda tangan dan tidak diberi kesempatan untuk melihat
isi perjanjian. Untuk cuti haid, mereka memang dapat, tapi sudah dijadwalkan. Sementara
disana tidak ada cuti hamil, yang ada ketika hamil diminta mengundurkan diri,
dan ketika sudah siap kerja lagi mereka akan menandatangani kontrak baru.”
Ungkap Niki, salah satu peserta diskusi.
“Dalam perusahaan
pun perempuan masih ditempatkan dalam pekerjaan seperti packing, menjahit dan
pekerjaan lain yang membutuhkankan ketelitian, sementara laki-laki ditempatkan dalam
pekerjaan yang mekanik. Dengan pekerjaan seperti itu, mereka berfikir mudah untuk
melakukannya sehingga upah yang diterima relatif rendah.” Ujar salah seorang aktivis
Seruni.
Pukul 17.30 WIB diskusi diakhiri dengan output akan diadakan sebuah aksi pada hari senin (9/03) jam 15.30 WIB, sebagai bentuk edukasi terhadap masyarakat luas di lapangan.
Reporter : Roja & Iqbal
0 Komentar