![]() |
lukisan : Farih Mif |
Raden Ajeng Kartini.
Sosok pahlawan nasional yang menjadi penggerak kebangkitan perempuan pada
masanya dahulu, di jaman kolonial Belanda. Ada rasa yang mencuat ketika
melihat, mendengar dan membaca sosok R.A Kartini. Baik itu dari lagu Ibu
Kartini yang sering kita dengarkan, maupun dari surat-surat dan buku yang
beliau tulis, Habis Gelap Terbitlah Terang. Sederhana saja, cerita-cerita
tentang R.A Kartini sudah lama nyantol dalam telinga dan pikiran kita.
Sejak kapan? Sejak kita mulai memasuki sekolah. Dengan pelajaran sejarah,
bahkan tanpa perantara pelajaran sejarah. Hampir semuanya mengingat tanggal 21
April di setiap tahun. Hari Kartini.
Tapi apakah itu hanya menjadi
peringatan dan tradisi saja? Sementara di luar sana masih banyak sosok
perempuan dengan seribu masalahnya. Yang seolah hanya menjadi kajian berita
saja. Ideologi patriarki belum sepenuhnya hilang di Indonesia. R.A Kartini
memang tidak seperti pahlawan nasional lainnya yang mewariskan semangat
berjuang yang langsung bertempur melawan penjajah. Namun R.A Kartini mewariskan
pemikiran yang tidak lekang dan digusur oleh waktu. Hal ini dapat kita pelajari
untuk melihat lebih luas, bagaimana kondisi lingkungan kita saat ini? Apakah
kaum laki-laki dan perempuan sudah selaras?
Tidak dipungkiri berkat keberanian
R.A Kartini yang mewakili perasaan perempuan tertindas. Mampu membuat dunia
mendengar bagaimana rasa dari seorang perempuan. Lahirnya pemimpian perempuan
di Indonesia, banyaknya perempuan yang telah mandiri dengan karirnya, serta
profesi lainnya. Itulah salah satu wujud kemajuan bangsa yang diinginkan R.A
Kartini. Namun diantara perempuan-perempuan itu, lebih banyak yang mana dengan
perempuan yang sampai hari ini masih dilecehkan oleh laki-laki?
Jika kita menyalahkan siapa yang
salah dan yang benar. Tampaknya hal ini sulit berujung dengan kata ending.
Justru sebuah solusi bisa dihadirkan untuk kita semua. Baik untuk perempuan dan
untuk laki-laki. Dengan kita menghadirkan pemikiran-pemikiran R.A Kartini
tersebut untuk kemajuan bangsa. Menghadirkan dengan otak yang lalu merangsang
ke hati kita.
Memperingati suatu perayaan memang sah-sah saja. Namun coba kita
hitung berapa banyak dana yang jika dikumpulkan dari perayaan itu untuk
membantu saudara-saudara kita di luar sana yang miskin akan keadilan?
Salah satu daripada cita-cita yang hendak kusebarkan ialah :
Hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya, baik tidak terpaksa
baikpun karena terpaksa, haruslah juga segan menyakiti makhluk lain, sedikitpun
jangan sampai menyakitinya. Segenap cita-citanya hendaklah menjaga
sedapat-dapat yang kita usahakan, supaya semasa makhluk itu terhindar dari
penderitaan, dan dengan jalan demikian menolong memperbagus hidupnya : dan lagi
ada pula suatu kewajiban yang tinggi murni, yaitu “terima kasih” namanya. – R.A Kartini.
Inilah salah satu dari sekian kegelisahan yang ditulis R.A Kartini.
Inti daripada itu adalah bahwa kita saling menghargai satu sama lain. Untuk
semua gender yang telah diciptakan Tuhan.
Kalaupun tidak berasal dari pemikiran R.A Kartini. Sejatinya
manusia mempunyai hati nurani yang luhur. Belum terpadu dengan emosi dan
keegoisan diri. Indonesia sudah berkembang maju dan tentunya menuju kemajuan
yang hakiki. Maju untuk semua tanpa ada warganya yang merasa tersisihkan. Generasi
Kartini, inilah pendidikan karakter yang bisa kita kembangkan untuk kemajuan
bangsa kita. Sesungguhnya, karakter diri adalah cerminan dari orang itu
sendiri. Begitu pula sebuah bangsa.
Generasi Kartini, bukan hanya untuk perempuan. Namun untuk
pemuda-pemudi, siapa saja mereka yang menghargai hidup dan menghargai dirinya
sendiri. Berawal dari diri kita sendiri, yang tidak lagi apakah yang lewat di
depan kita perempuan atau laki-laki. Namun kita akan sama-sama saling menyapa
dengan senyuman.
Lebih banyak kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita,
semakin adil pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang. Tiada
mendendam, itulah bahagia. – R.A. Kartini.
Ya! Generasi Kartini harus kita dedikasikan untuk negeri ini. Nusantara
yang telah menyediakan keindahan yang bahkan negara lain pun iri dengan kita.
Kurang adil bagaimana Tuhan kita membuat nusantara ini? Justru kita yang sangat
tidak nalar jika kita belum tahu bagaimana menghargai sesama makhluk Tuhan. Perempuan
menghargai lelaki. Lelaki menghargai perempuan. Tidak ada lagi generasi yang
melecehkan gender di salah satunya. Yang ada adalah generasi Kartini yang tahu
akan kedudukan dan kebebasan setiap manusia.
Biarlah kita menggapai mimpi kita tanpa adanya batasan. Karena pada
dasarnya nasib setiap manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Sangatlah
kejam jika seorang individu terperangkap dengan ketidakpercayaan diri yang
justru karena datang dari orang lain. Tidak ada lagi istilah kasta, yang
bersumber dari berbedanya gender, berbedanya status sosial karena kemiskinan.
Indonesia disempurnakan dengan budaya dan disatukan pula dengan budaya.
Sungguh sempurna, dari sabang sampai merauke. Menyatu mereka para
generasi yang berbeda latar belakang. Memenuhi pengetahuan, pengalaman, serta
melengkapi emosional kita untuk mengerti mereka.
Hari Kartini, tidak hanya kita hapal akan lagunya. Tidak hanya
hapal akan judul bukunya. Tidak hanya tahu seorang pahlawan. Tidak hanya kita
terfokus akan sebuah perayaan. Namun kita meresapi dan memandang realita sesungguhnya
apa arti dari kegelisahan R.A Kartini yang menginginkan kemajuan untuk bangsa
Indonesia. Lahirlah engkau seorang perempuan yang tidak takut akan kejamnya
dunia. Dan lahirah engkau seorang lelaki yang mampu melindungi seorang
perempuan. Maka terjadilah keselarasan hidup.
Biar bagaimanapun kita dilahirkan dari rahim seorang perempuan. Itulah
takdirnya bahwa perempuan memang kunci dari dunia. Seorang lelaki hebat ada Ibu
yang telah membesarkannya. Seorang lelaki yang hebat ada sosok istri yang
mendampinginya.
Lahirlah generasi kartini yang beranggotakan perempuan dan
laki-laki. Lahirlah generasi kartini yang mengingat akan perjuangan. Lahirlah
generasi kartini yang menikmati masa muda tidak hanya merasa muda, namun merasa
tua bahwa Tuhan dapat dengan cepat mengambil hidup kita. Yang akan memaknai
hidup yang cuma satu sekali ini dengan senyuman untuk semua. Senyuman yang
mengartikan rasa syukur untuk Tuhan, alam dan sesama.
Ibu kita Kartini,
putri sejati
Putri Indonesia,
harum namanya
Ibu kita Kartini,
pendekar bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besarcita-citanya
Bagi Indonesia
Pahlawan tidak harus
terkenal di dunia. Namun pahlawan dapat didasari dengan niat kita yang luhur
untuk kemajuan Indonesia. Pahlawan untuk keluarga. Untuk lingkungan dan
semesta. Generasi Kartini bukanlah pemuda yang menyia-nyiakan kasih sayang
orang tua. Generasi Kartini akan berjuang untuk berhasil meraih mimpinya.
Cinta dan
terimakasih. Dua kata yang melambangkan hubungan manusia. Dengan cinta, kita dapat
mengasihi tidak hanya dengan pandangan mata, namun nalurilah yang menerobos
status dan lika-liku perbedaan. Dengan terimakasih, kita akan senantiasa tahu
dan mengingat mereka telah menghargai kita. Mereka telah menggerakan niatannya
untuk membantu kita.
Terimakasih atas
semuanya yang telah engkau berikan. Terimakasih akan kesadaran engkau untuk
mempersilahkan duduk dengan senyumanmu tanpa engkau memandang siapa yang engkau
persilahkan. Terimakasih engkau telah menebarkan cinta untuk kemakmuran
Indonesia dengan menghargai sesama. Kita Generasi Kartini yang terdiri dari
perempuan dan laki-laki bersatu untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Penulis : Okti Nur Alifia, wakil Pimpinan Umum (PU) LPM Obsesi.
0 Komentar