Kartu Indonesia Pintar (KIP) pada dasarnya merupakan sebuah program yang membantu pelajar dalam masalah biaya pendidikan, serta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Dalam dunia kuliah, dikenal pula dengan istilah KIP Kuliah.
Namun, tidak semua orang memiliki kemewahan untuk mendapatkannya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya terkait administrasi yang sudah ditentukan oleh Lembaga Direktorat Jenderal Pendidikan serta beberapa persyaratan lain seperti foto rumah, kamar mandi, dinding dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan beberapa syarat yang harus dilampirkan untuk memenuhi persyaratan.
Dalam kasus UIN SAIZU, persyaratan yang harus diterima untuk mendapatkan beasiswa ini justru menimbulkan banyak sekali kontra. Berawal dari surat edaran yang mencantumkan pengumuman terkait KIP-Kuliah beserta persyaratannya, banyak mahasiswa yang menyoroti salah satu point yaitu calon penerima beasiswa bersedia mendaftar dan di tempatkan di pondok pesantren yang sudah di tentukan oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) pengelola KIP kuliah UIN SAIZU diantaranya :
· Pondok Pesantren An najah (Jl. Moh. Besar, Rt.06 Rw. 3, Dusun II Prompong, Kutasari, Baturaden, Banyumas)
· Pondok Pesantren Ulul Albab (Jl. Serayu No.15, Sumampir Kulon, Sumampir, Purwokerto Utara, Banyumas)
· Pesantren Fathul Mu’in (Gg. Gagak, Dusun II, Karangsalam Kidul, Kedungbanteng, Banyumas)
· Pondok Pesantren Sholech (Dusun II, Tambaksari Kidul, Kembaran, Banyumas).
“Ketentuan tersebut secara tidak langsung mendiskriminasi pondok-pondok mitra yang lain dan dinilai tidak adil, seharusnya mahasiswa dibebaskan untuk memilih akan tetapi kalau dengan alasan yang logis Mungkin bisa diterima oleh mahasiswa.” ujar Mahasiswa baru UIN SAIZU,
“Dengan adanya kebijakan tersebut menjadikan pondok pesantren mitra kampus UIN SAIZU yang tidak direkomendasikan hanya akan memicu kesenjangan antara pondok yang direkomendasikan dan pondok yang tidak direkomendasikan” mahasiswa UIN SAIZU
Diatas merupakan beberapa keresahan dan kritikan dari mahasiswa UIN SAIZU mengenai kebijakan dan ketentuan penerima beasiswa KIP kuliah yang mengharuskan mereka untuk mendaftar serta ditempatkan di pondok yang telah ditentukan oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara (PTP) pengelola KIP kuliah UIN SAIZU.
Tanggapan Wakil Rektor III (Dr. Sulkhan chakim, M.M.)
Kebijakan ini berangkat dari banyaknya mahasiswa yang mengundurkan diri dan tidak tepat waktu dalam Kuliah. Hal ini membuat Penyelenggara KIP Kuliah UIN SAIZU mendapat teguran dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang berdasarkan laporan hasil investigasi ke UIN SAIZU tentang pengelolaan.
Mahasiswa penerima KIP Kuliah yang mengundurkan diri di tengah jalan diantaranya karena tidak adanya monitoring dan gugur dikarenakan pernikahan. Kemudian kaitanya dengan lembaga (UIN SAIZU) tuntutannya dalam prestasi akademik dan non akademik.
Target capaiannya dalam akademik dengan menyelesaikan kuliah dengan tepat waktu dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3.50 dan mempunyai kualifikasi untuk mendapat beasiswa LPDP S2 inilah yang menjadi tuntutan bagi UIN SAIZU.
Untuk non akademik Mahasiswa diharapkan mempunyai kontribusi untuk kampus melalui prestasi, maka dari itu harus ada monitoring dan pendampingan mahasiswa tersebut, terutama dalam bidang keagamaan yang diantaranya Hafiz Qur’an, Tilawah, Tausiyah Da’i, Qiroatul Kutub dan lain sebagainya.
Prestasi non akademik dinilai menjadi sebuah modal untuk akreditasi. Demikian pula, dengan ketentuan penerima KIP kuliah mengharuskan mendaftar dan ditempatkan di salah satu pondok yang sudah ditentukan supaya nantinya bisa berkoordinasi dengan kyai dan kemahasiswaan agar dapat dipersiapkan untuk berkompetisi di tingkat nasional bahkan internasional, hal itulah yang belum dicapai selama 3 tahun saat Sulkhan menjabat menjadi wakil rektor III.
Wakil Rektor 3 kemahasiswaan juga menambahkan bahwa UIN SAIZU selalu gagal, terutama dalam bidang keagamaan padahal mereka memiliki pondok pesantren mitra. Hal ini membuat lembaga kemahasiswa berpikir harus ada satu visi pemikiran bagaimana prodi itu dapat unggul dalam akademik dan non akademik dengan mengikuti lomba-lomba.
UIN SAIZU menjadi modal pembangunan nasional karena banyaknya mitra pondok pesantren dan menjadi model percontohan nasional nantinya, hal ini menjadi alasan mahasiswa penerima KIP kuliah harus mempunyai komitmen selesai kuliah dengan baik.
Kemudian, tentang pengerucutan empat pondok pesantren itu, Wakil Rektor III menjelaskan :
“Karena hanya orang dalam yang paham, tentunya pimpinan tidak meminta kami (pengelola KIP kuliah UIN SAIZU) yang meminta hal tersebut, saya wakil rektor III bersama dengan ma’had berdiskusi dan alhamdulilah ma’had sanggup untuk memonitoring dan mengawal program ini selama 1 tahun.”
“Hanya sebagian pimpinan (pondok pesantren) yang paham terhadap kepentingan lembaga (UIN SAIZU) sebagian dari mereka (pondok mitra) yang lainya independen seperti contoh mau kuliah malam tidak boleh, bawa laptop tidak boleh, bawa Hp pun tidak boleh, itulah problem selama ini saya sebagai Wakil Rektor III ketika dituntut supaya mahasiswa bisa berprestasi dalam bidang non akademik tetapi ada hambatan terhadap otonomi pesantren.” Imbuhnya.
Itulah yang menjadi alasan meskipun membludaknya jumlah pondok pesantren, namun mereka masih kurang dalam partisipasi lomba khususnya dalam bidang keagamaan, bahkan beberapa tidak lolos. Bagi Sulkhan, ini adalah otokritiknya serta ma'had yang membawahi pondok pesantren mitra agar melakukan evaluasi.
Walaupun kampus punya aturan tersendiri dengan pondok pesantren mitra, namun mereka tidak bisa mengintervensi. Ini dirasa berat jika ada salah satu pesantren memberikan pilihan kuliah atau keluar dari pondok, Sulkhan menjelaskan banyak laporan seperti itu yang muncul.
“Mahasiswa sekarang ini adalah mahasiswa milenial di era digitalisasi kenapa tidak boleh membawa laptop dan Hp, makanya literasi itu di bangun berhadapan kepentingan kampus dan pondok pesantren.” Ungkapnya.
Menurut keterangan, Intervensi yang bisa dilakukan adalah melalui KIP kuliah. Alasannya karena mereka punya target dan sudah dibiayai oleh pemerintah, Sementara dari lembaga sendiri (UIN SAIZU) mendapat tuntutan dari Kementerian Agama agar mensukseskan program, jika masuk hingga 50% Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) S2, maka kedepannya kuota dapat ditambah lebih banyak lagi. Namun, jika banyak mahasiswa yang tidak mencapai target dengan berbagai alasan, (salah satunya menikah) maka yang akan mendapat dampaknya adalah kampus itu sendiri.
Jika program ini gagal maka akan dikembalikan lagi. Satu tahun ini direncanakan menjadi percobaan dasar dan diharapkan menjadi embrio yang mungkin akan ditiru oleh pemimpin berikutnya, begitu periode mereka berakhir.
Dalam wawancaranya, Sulkhan mengklarifikasi bahwa keputusan dalam program ini sudah melalui pertimbangan dan evaluasi. Dia juga berharap agar mahasiswa tidak menaruh curiga tentang penunjukan empat pondok tersebut, karena hal tersebut adalah permintaannya sendiri, serta belum ada pihak yang mengetahui kebenaran ini, bahkan jajaran dosen sekali pun.
Dia mengonfirmasi bahwa pimpinan pondok yang telah ditunjuk tentunya mempunyai pengalaman untuk mendampingi anak untuk meraih prestasi dan beasiswa seperti LPDP.
"Nanti kedepannya bisa MoU lagi jika ada pondok pesantren yang mau maka harus MoU kembali dengan capaian yang telah ditentukan untuk mahasiswa penerima KIP kuliah." tutur Sulkhan.
Lalu, Sulkhan kemudian menegaskan bahwa program ini akan mendapat evaluasi sebulan sekali. Dia juga merasa tidak masalah jika didemo, karena menurutnya program ini harus dijalankan karena tidak ingin berlarut terhadap seorang yang mondok hanya kepentingan BTA saja. Baginya mahasiswa itu harus tafaqquh fiddin (pemikir) aktivis tapi pemikir.
“Catatan penting kalau mereka yang sudah terlanjur daftar pondok jika pondok yang bersangkutan tidak mau mengembalikan maka dilanjutkan 1 tahun untuk capaian lulus BTA PPI, program ini berlaku untuk mahasiswa baru sekarang dan untuk kedepannya.” Tambahnya.
Menurut informasi yang disampaikan, pengasuh/pimpinan dari 4 pondok tersebut sebagian ialah para pimpinan pejabat kampus. Atas alasan itu, Sulkhan berharap tidak hanya menuntut tetapi bisa mengantarkan mahasiswa KIP kuliah berprestasi di ranah nasional hingga internasional. Meski begitu, ia mengklaim hal ini menjadi tantangan untuk empat pondok pesantren supaya bisa mencapai target.
"Capaian yang telah ditentukan ini sebagian dari ikhtiar sehingga butuh waktu untuk mencapainya."
Terakhir, Sulkhan berharap dengan program ini dapat menjadi contoh bagi pondok lain diluar rekomendasi agar dapat memberikan kontribusi, ia kembali menjelaskan bahwa program hanya sebagai stimuli kecil tapi cantik yang nanti kedepannya kita bisa menawarkan anak-anak (mahasiswa UIN SAIZU) untuk melanjutkan S2 dalam kerjasama luar negeri dan hal ini harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin.
"Kita selalu menghormati pesantren-pesantren yang ada dan terimakasih kepada para kyai, bahwasanya kita punya capaian semoga dapat dimengerti oleh semuanya mungkin kedepan akan banyak rintangan." tambah Sulkhan.
Juga, Sulkhan mengharapkan ada pondok pesantren yang mempersiapkan bahasa dan hal yang lainya untuk menunjang mahasiswa supaya bisa mendapatkan beasiswa luar negeri ini lah yang akan menjadi poin tambahan bagi pondok pesantren dan mahasiswa nantinya akan memilih dan melihat apa yang dibutuhkan.
Ma’had Al-Jami’ah UIN Saizu Purwokerto (Dr. H. Nasrudin, M.Ag.)
Kebijakan bagi penerima beasiswa KIP kuliah untuk menetap di 4 pondok pesantren yang telah ditentukan. Hal tersebut dinyatakan sepenuhnya oleh Ma’had Al-Jami’ah UIN SAIZU Purwokerto yang diwakili Dr. H. Nasruddin, M.Ag.
Ketua Ma'had tersebut menjelaskan bahwa pemberian kebijakan itu digagas oleh Wakil rektor III. Dengan adanya ketentuan ini pula diharapkan dapat mengembangkan prestasi akademik (IPK stabil dan lulus tepat waktu) maupun non akademik mahasiswa penerima beasiswa KIP kuliah, agar lebih tertib dan selalu mendapat pengarahan serta mudah dalam proses monitoring.
Karena itulah, pasti butuh wadah untuk mengawasi dan mengembangkan mahasiswa penerima KIP kuliah, yaitu Pondok pesantren. Adanya kebijakan ini karena kurangnya kontrol penerima beasiswa KIP kuliah tahun sebelumnya, itu dapat dilihat dengan banyaknya mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu.
Dalam pemilihan wadah ini, Wakil Rektor III menginginkan adanya spesifikasi agar nantinya dapat muncul pakar yang dapat berfokus pada bidang-bidang non akademik yang tentunya lebih terbimbing dan terarah.
Fakta bahwa ini merupakan ketetapan baru tidak bisa dibantah, karena pada tahun ajaran berikutnya hal semacam ini belum diadakan. Maka, untuk mengawalinya hanya beberapa pondok saja.
“Dikhawatirkan jika langsung berkoordinasi dengan banyak pondok pesantren yang ada, akan terjadi kurangnya atau susahnya penertiban kebijakan ini. Pondok yang menjadi sampel tadi, tentunya memikul beban tanggung jawab yang amat berat karena ini menjadi patokan atau contoh bagi berkembangnya kebijakan tersebut kedepannya.” Ujar Nasrudin.
Dengan melanjutkan peraturan dasar yang yang dicetuskan oleh Wakil Rektor III, serta tetap memperhatikan tujuan awal yaitu mendukung juga menstabilkan IPK agar tidak turun, maka diharapkan akan muncul banyak prestasi lain dengan ciri khas pondok pesantren masing masing. Nasrudin mencontohkannya dengan Pondok Pesantren An-Najah yang lebih berfokus pada Tahfidz, baginya hal itu sangat positif karena UIN SAIZU kerap kekurang delegasi Tahfidz apabila diadakan perlombaan cabang keagamaan dan lainnya.
“Ada juga pondok pesantren milik saya yang berfokus pada kemampuan qiroatul qutub dan lainnya.” Imbuhnya.
Berdasarkan musyawarah yang diadakan serta dihadiri oleh Wakil Rektor III dan Ma'had Al-Jami’ah UIN Saizu Purwokerto, memutuskan bahwa tiga tahun untuk penggemblengan dengan memegang kurikulum yang didalamnya terdapat Baca Tulis Alquran (BTA) sesuai jenjangnya. Hal lain, juga skill pidato atau dakwah, qiroatul qutub, serta skill tambahan lainnya dan penguasaan bahasa.
“Dari pihak kami, juga berencana bagi penerima beasiswa yang terus berprestasi dan dapat mempertahankan IPK-nya atau bahkan naik, akan kami salurkan beasiswa lanjutan melalui LPDP dan beasiswa santri.”
“Tahap awal dari kebijakan ini sebagai model atau contoh awal yang bermula dari empat pondok pesantren, kemudian apabila lancar akan kami kembangkan dengan lebih banyak lagi Pondok pesantren yang bisa bekerjasama.”
Ada beberapa kriteria dari pondok yang sudah diskusikan salah satunya tentang pondok pesantren yang eksis. Ini merujuk pada bidang pembelajarannya, tenaga pengajar atau ustad di dalamnya, fasilitas dan tradisi ngaji yang mempunyai klasikal, bukan hanya tentang BTA-PPI melainkan juga kelas-kelas dengan konsentrasi di luar bidang tersebut. Selain itu lingkungan terdekat serta mudah agar lebih cepat untuk berkoordinasi menjadi salah satu kriteria pondok yang rekomendasi untuk mendampingi mahasiswa KIP kuliah.
“Selain kriteria yang tadi empat Pondok ini atau kami sudah sering melakukan banyak komunikasi secara internal. Hal ini dapat menjadikan empat pondok ini, lebih cepat dalam mengambil pola-pola tindakan kedepannya. Kemudian secepatnya akan diadakan meeting kembali mungkin bulan depan.” Ungkap Nasrudin.
Editor: Irma dan Iqbal.
1 Komentar
mantap lurrrrr
BalasHapus