Ticker

6/recent/ticker-posts

Sisi Lain Video Game (Berbicara Perspektif Filsafat)

 

Oleh : Romi Zarida

ilustrator : Iqbal

Dirilisnya Play Station (PS) 5 oleh Sony menjelang akhir tahun 2020 memang mengguncang dunia gaming di seantero wilayah secara global. Sejak generasi PS 4 yang mulai dirilis tahun 2014, video game dengan joystick untuk game playnya ini sudah sangat diminati banyak kalangan atau yang sering disebut sebagai gamer.

Selain PS dari SONY, perkembangan video game di dunia juga mengalami perubahan besar-besaran pada abad ke-20 saat ini. Untuk penikmat game saat ini bahkan bisa memainkan game secara mobile dari gawai yang mereka miliki kapanpun dan dimanapun baik online maupun offline.

Sejarah Video Game

Sampai hari ini beberapa orang menganggap video game sebagai permainan belaka, jika seseorang merasakan tertarik untuk ikut bermain maka mereka akan mudah bermain di dalamnya, tetapi sebaliknya jika seseorang tersebut kurang memiliki ketertarikan pada dunia game, maka kecil kemungkinan mereka akan suka dan bermain di dalamnya. Namun, jika dilihat dari perkembangan video game itu sendiri sebenarnya terdapat satu terobosan baru dalam dunia teknologi dan bahkan jauh di masa mendatang tidak menutup kemungkinan untuk kita lebih lekat dengan konsep video game.

Video game adalah satu perkembangan teknologi yang cikal bakalnya dimulai pada tahun 1958 M dalam bentuk tabung osiloskop. Mengutip dari wikipedia osiloskop merupakan alat ukur elektronika yang fungsinya memproyeksikan bentuk sinyal listrik agar dapat dilihat dan dipelajari. Pada awal permainan video game ini, visual yang ditampilkan masih sangat sederhana seperti game ping pong.

Tinjauan Filosofi

Diawali dari anggapan bahwa sekarang video game juga bisa dinikmati secara grafik atau tampilan, yang mana hal tersebut sebenarnya termasuk dalam ranah menikmati sebuah seni. Sadarilah bahwa dalam video game merupakan produk budaya populer yang di dalamnya terdapat penjumlahan dari berbagai bentuk seni mulai dari gambar, suara ataupun gabungan dari keduanya.

Dengan anggapan di atas maka valid dikatakan jika video game, apalagi pada masa sekarang, tidak hanya sekedar dinikmati sebagai hobi namun bisa masuk dalam satu cabang seni dengan nilai estetik di dalamnya. Lebih jauh dari itu sampai sekarang perkembangan game ini sangat pesat dan dimungkinkan tidak hanya untuk kepentingan hiburan tetapi juga kebutuhan komunikasi.

Estetika sebagai salah satu kajian filsafat bisa juga dilihat sebagai literasi kultural atau literasi kebudayaan, kemampuan untuk mengasah bagaimana kita mengapresiasi pandangan-pandangan tentang kebudayaan. Bagi penulis, estetika adalah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang filsuf karena dalam tradisi Nusantara atau bahkan Eropa. Para Filsuf di zaman tersebut tidak mendirikan pemikirannya sendiri secara mandiri tetapi karena dia mewarisi khasanah kultural yang diolah dalam bacaan-bacaannya.

Video Game Sebagai Cabang Seni

Berbagai macam cabang seni yang kita kenal sekarang ini tentunya memiliki kekhasan wahana tersendiri. Dalam kekhasan itu tentunya kita harus mencari perbedaan antara satu cabang seni dengan cabang seni yang lain. Misalkan cabang seni sastra, yaitu suatu cabang seni yang kekhasan wahananya ada pada kata-kata atau bahasa. Musik, cabang seni yang kekhasan wahannya terletak pada bagaimana kita mengelola bunyi dengan berbagai komposisinya. Contoh lain yaitu seni rupa, dengan kekhasan wahananya adalah visualitas atau kerupaan yaitu apa yang mengemuka kepada kita secara visual.

Martin Suryajaya, seorang filsuf Indonesia kontemporer mengatakan pada abad 19 M menuju peralihan abad 20 M, berkembang cabang seni baru yaitu photography dan cinema walaupun awalnya sempat tidak dianggap cabang seni karena hanya dianggap teknological gimmick. Pada perkembangannya kemudian secara perlahan muncul karya seni bermutu tinggi dari cabang seni baru ini baik dari phothography maupun cinema atau film yang akhirnya menemukan kekhasan wahananya masing-masing.

Akhirnya salah satu cabang seni yaitu film dianggap menjadi cabang seni paling komprehensif karena didalamnya terdapat penjelmaan dari berbagai cabang seni. Mulai dari skrip yang merupakan bagian dari sastra, nilai seni rupa karena dinikmati secara visual dan adapula di dalamnya seni musik untuk menghidupkan suasana di dalamnya.

Dan pada zaman sekarang nampaknya video game juga merupakan gabungan dari berbagai cabang seni diatas. Bahkan ada satu unsur yang membuat kekhasan wahana di dalam video game yang tidak dimiliki oleh cabang seni yang lain, kekhasan ini adalah gameplay.

Gameplay sebagai unsur Kekhasan Video Game

Video game yang merupakan gabungan dari cabang seni lain mulai dari seni rupa, seni pertunjukan, musik, film  dan tentunya gameplay yang menjadi pembeda dengan cabang seni lain. Gameplay yang menjadi satu bagian penting dari video game memang mengalami perubahan besar-besaran pada abad ini. Gameplay memungkinkan kita untuk masuk pada wahana gabungan dari berbagai cabang seni dan kemudian melakukan interaksi di dalamnya. Interaksi dalam video game inilah yang tidak dimiliki oleh cabang seni yang lain.

Interaksi dalam video game tentunya berhubungan dengan interface yang mengalami perubahan sesuai perkembangan teknologi atau kemajuan zaman. Pada awal mula video game muncul mungkin kita masih merasakan dalam interaksinya kita menggunakan joystick dengan bentuk yang sederhana dan diteruskan sampai zaman sekarang. Namun ada pula yang tidak menggunakan joystick dalam menikmati video game seperti di era sekarang yang dikembangkan oleh salah satu perusahaan yaitu Oculus dengan menggunakan kacamata Virtual atau Virtual Reality (VR). Interaksi dengan menggunakan VR ini memungkinkan kita secara visual masuk ke dalam dunia game, sehingga bisa dikatakan setengah dari tubuh kita masuk di dalam wahana game. Maka kedepan nanti akan ada titik immersive atau titik yang mengaburkan antara dunia nyata dan dunia digital.

Teknologi immersive inilah yang pada era sekarang sedang terus dikembangkan, salah satunya dengan terciptanya Haptic Suite. Haptic Suite merupakan teknologi yang digunakan layaknya pakaian dan di dalamnya terdapat sensor gerak dan getar sehingga memungkinkan pemakainya merasakan secara fisik apa yang ada di dalam dunia digital atau dalam konteks ini dalam video game.

Jadi bayangkan jika teknologi VR dan Haptic Suite ini digabungkan maka kita secara penuh masuk dalam wahana digital dan memungkinkan untuk merasakan apapun yang ada di dalamnya. Situasi ini menggambarkan ke depan ketika teknologi tersebut sudah matang maka wilayah yang dipakai tidak sekedar keperluan game tetapi kebutuhan manusia lain entah komunikasi atau lebih dari itu.

***

Editor: Wardah

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar