Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin
Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto menetapkan tiga peraturan baru yang menggantikan
ketentuan sebelumnya terkait pengaturan etika dan tata tertib di lingkungan
kampus. Ketiga peraturan tersebut ditetapkan melalui Keputusan Rektor, yaitu
Keputusan Rektor Nomor 420 Tahun 2025 tentang Pedoman Komisi Etik, Keputusan
Rektor Nomor 421 Tahun 2025 tentang Kode Etik Dosen dan Tenaga Kependidikan,
serta Keputusan Rektor Nomor 423 Tahun 2025 tentang Pedoman Tata Tertib
Mahasiswa. Masing-masing ditetapkan dan mulai berlaku pada awal Juni 2025,
tepatnya tanggal 2 untuk aturan pedoman komisi etik, dan tanggal 5 untuk aturan
pedoman tata tertib mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan. Ketiga keputusan
ini secara resmi mencabut Keputusan Rektor Nomor 2175 Tahun 2021 tentang Komisi
Etik, Keputusan Rektor Nomor 346 Tahun 2022 tentang Kode Etik Dosen, dan
Keputusan Rektor Nomor 346 Tahun 2024 tentang Tata Tertib Mahasiswa. Sejak
diberlakukan, seluruh proses etik, pelaporan pelanggaran, pemeriksaan, dan
sanksi mengacu pada ketentuan yang tercantum dalam peraturan terbaru tersebut.
Dalam Keputusan Rektor Nomor 421 Tahun 2025, terdapat
perluasan cakupan subjek yang semula hanya mengatur dosen, kini juga mencakup
tenaga kependidikan. Pedoman tersebut disusun berdasarkan lima nilai dasar,
yaitu keimanan dan ketakwaan, integritas, profesionalitas, tanggung jawab, dan
keteladanan. Kode Etik Dosen dan Tenaga Kependidikan diatur secara terperinci
berdasarkan lima nilai dasar yang dijadikan acuan perilaku. Nilai-nilai
tersebut mencakup keimanan dan ketakwaan, integritas, profesionalitas, tanggung
jawab, dan keteladanan. Surat Keputusan (SK) Rektor ini berlaku untuk seluruh
dosen dan tenaga kependidikan, termasuk staf administrasi, tenaga teknis, dan
tenaga fungsional lainnya. Pelanggaran dibagi menjadi tiga kategori yaitu,
ringan, sedang, dan berat. Dalam kategori berat, disebutkan secara jelas
larangan terhadap tindakan kekerasan seksual, baik secara fisik, verbal, maupun
digital. Selain itu, dokumen ini juga mengatur larangan terhadap gratifikasi,
diskriminasi, penyalahgunaan jabatan, dan manipulasi nilai atau proses
akademik. Penanganan pelanggaran dilakukan oleh Komisi Etik Universitas, yang
memiliki kewenangan untuk memverifikasi laporan, memanggil pihak yang
dilaporkan dan pelapor, serta menyusun rekomendasi sanksi kepada rektor. Sanksi
yang dapat dijatuhkan berupa teguran tertulis, pembatasan hak administratif,
hingga pemberhentian tidak hormat sesuai dengan tingkat pelanggaran.
Selanjutnya, Pedoman Tata Tertib Mahasiswa yang
diatur dalam Keputusan Rektor Nomor 423 Tahun 2025 masih menggunakan sistem
klasifikasi pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Namun, peraturan ini
menambahkan batas waktu pelaksanaan sanksi yang sebelumnya belum diatur secara
rinci. Sanksi sedang dibatasi maksimal dua semester, dan sanksi berat berlaku
minimal tiga semester sebelum diberlakukan pemberhentian tetap. Tata tertib ini
juga memuat daftar jenis pelanggaran. Pada kategori berat, dimuat sejumlah
tindakan yang secara jelas dikategorikan sebagai pelanggaran berat, yaitu
mencakup penganiayaan, pemalsuan dokumen, penyalahgunaan narkotika, serta
perzinaan.
Terakhir, Keputusan Rektor Nomor 420 Tahun 2025
mengatur mekanisme kerja Komisi Etik yang bertugas menerima laporan, melakukan
pemeriksaan, dan memberikan rekomendasi terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan kode etik dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Cakupan Komisi Etik
dalam SK terbaru diperluas. Jika sebelumnya hanya menangani pelanggaran oleh
dosen dan mahasiswa, kini Komisi Etik juga dapat memproses laporan yang
melibatkan tenaga kependidikan maupun pihak eksternal seperti mitra kerja
kampus. Pelaporan dapat disampaikan melalui sejumlah jalur resmi yang
disebutkan dalam dokumen, yaitu dekan, direktur pascasarjana, kepala biro, Unit
Layanan Terpadu (ULT), Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
(PPKS), dan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH). Laporan yang diterima
Komisi Etik akan diverifikasi dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Jika laporan
memenuhi syarat, proses pemeriksaan dilanjutkan dan dilakukan secara tertutup.
Dalam penanganan kasus kekerasan seksual, pelapor,
wakil pelapor, dan saksi dijamin perlindungan identitasnya dan tidak dapat
dikenai bentuk pembalasan, intimidasi, atau pengucilan dari aktivitas akademik.
Bagi pelapor atau saksi yang berada dalam kondisi rentan secara fisik, mental,
atau sosial, tersedia mekanisme pendampingan. Pendampingan dapat berasal dari
psikolog kampus, Unit Layanan Terpadu, Satgas PPKS, atau pendamping resmi dari
lembaga kampus. Semua proses pemeriksaan dituangkan dalam berita acara yang
menjadi dasar rekomendasi Komisi Etik kepada rektor. Rektor kemudian mengambil
keputusan administratif berdasarkan hasil tersebut. Jika laporan tidak
terbukti, maka pihak yang dilaporkan berhak mendapatkan rehabilitasi nama baik
dari universitas sebagai bentuk pemulihan.
Ketiga SK yang ditetapkan pada awal bulan Juni
2025 tersebut secara resmi mencabut peraturan sebelumnya yang masih berlaku
hingga saat itu. SK Nomor 421 Tahun 2025 menggantikan SK Nomor 346 Tahun 2022
tentang Kode Etik Dosen. SK Nomor 423 Tahun 2025 menggantikan SK Nomor 346
Tahun 2024 tentang Tata Tertib Mahasiswa. SK Nomor 420 Tahun 2025 menggantikan
SK Nomor 2175 Tahun 2021 tentang Pedoman Komisi Etik. Dengan diberlakukannya
keputusan-keputusan tersebut, semua proses penanganan pelanggaran etik dan
disiplin di lingkungan UIN Saizu akan mengikuti ketentuan yang tertulis dalam
ketiga surat keputusan tersebut. Hal-hal teknis yang belum diatur dalam keputusan
ini akan dijelaskan lebih lanjut melalui petunjuk pelaksanaan atau keputusan
rektor tambahan yang dikeluarkan kemudian.
Penulis; Fahmi Rahmatan Akbar
Editor: Muhamad Saepul Saputra
0 Komentar